Washington DC (BRS) – Sebagai negara yang menyandang predikat tertinggi kedua di dunia dalam penyakit TBC, Indonesia terus melakukan inovasi kesehatan agar dapat memberantas penyakit tersebut, yang diantaranya adalah melakukan kerjasama dengan BD (Becton Dickinson and Company), sebuah perusahaan teknologi medis global asal Amerika Serikat.
Bio Farma yang mewakili Indonesia, telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MOU) untuk memerangi tuberkulosis (TB) dengan menyediakan akses terhadap portofolio diagnostik TBC inovatif BD, dan menjalin sebuah kemitraan untuk mengoptimalkan rantai pasokan solusi TBC di Indonesia.
Ini dilakukan sebagai bentuk komitmen kuat terhadap kesehatan masyarakat melalui inovasi, dan telah ditandatangani oleh pejabat Bio Farma, BD dan disaksikan oleh Menteri Kesehatan RI, Wakil Duta Besar RI untuk Amerika Serikat, dan pejabat perusahaan lainnya, Senin (20/11/2023).
Dalam siaran pers Bio Farma, disebutkan, sebelum pandemi global COVID-19 terjadi, TBC merupakan penyebab utama kematian akibat satu agen infeksius di negara ini.
TBC yang resistan terhadap salah satu atau kedua obat lini pertama yang biasanya digunakan dalam pengobatan, rifampisin (RIF) dan isoniazid (INH), masih menjadi rintangan penting dalam upaya memberantas penyakit tersebut.
Pasien TBC yang resistan terhadap obat memerlukan pengobatan yang berbeda. Jika tidak diidentifikasi secara dini dan diobati dengan tepat, pengobatan mungkin tidak berhasil, sehingga akan menimbulkan risiko perkembangan penyakit, penularan, dan timbulnya resistensi terhadap obat lain. Namun demikian, dengan adanya deteksi dan pengobatan yang tepat waktu, TBC dapat disembuhkan.
“Kolaborasi ini merupakan bukti dedikasi kami dalam membantu Indonesia dalam meningkatkan diagnosis TBC, khususnya TBC yang resistan terhadap beberapa obat dan TBC yang resistan terhadap satu obat,” ucap Nikos Pavlidis, Presiden, BD Diagnostic Solutions.
“Saya terdorong oleh upaya kolektif kami yang sejalan dengan tujuan nasional Indonesia untuk memberantas TBC pada tahun 2030,” imbuhnya.
Uji BD MAX™ MDR-TB memungkinkan laboratorium dan dokter untuk mendeteksi bakteri penyebab tuberkulosis dan menentukan apakah bakteri tersebut resisten terhadap beberapa obat atau resisten terhadap satu obat secara bersamaan, sehingga meningkatkan informasi yang tersedia untuk mengarahkan pengobatan optimal bagi pasien mereka.
Sementara itu, Direktur Utama Bio Farma Shadiq Akasya mengatakan, kerjasama Bio Farma dengan BD menambah peluang dan langkah penting bagi Bio Farma untuk memperdalam pengalaman, pengetahuan dan keahliannya di bidang pengembangan alat diagnostik.
“Ini adalah bagian dari komitmen kami dalam meningkatkan akses layanan terkait TBC, mulai dari deteksi hingga vaksinasi,” kata Shadiq.
“Kolaborasi ini membantu kami memperluas portofolio produk alat diagnostik, dan kami berharap dapat membantu Indonesia mengurangi kasus TBC secara signifikan dan menghilangkan TBC pada akhir dekade ini,” ungkapnya.
Sistem BD MAX™ merupakan platform diagnostik molekuler yang sudah digunakan di ribuan laboratorium di seluruh dunia. Sistem ini sepenuhnya otomatis, mengurangi peluang terjadinya kesalahan manusia dan meningkatkan kecepatan dalam menghasilkan hasil, serta dapat memproses 24 sampel secara bersamaan, dan hingga beberapa ratus sampel per periode 24 jam.
Setiap unit mampu melakukan pengujian terhadap infeksi saluran pernapasan, patogen enterik, infeksi yang didapat di rumah sakit, dan infeksi menular seksual. Uji BD MAX™ MDR-TB disertakan dalam pembaruan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2021 mengenai diagnosis cepat untuk deteksi tuberkulosis.