Bangkok (BRS) – Untuk memenuhi kebutuhan suplai produkai Antisera dan Antivenom, Bio Farma dan Thai Red Cross Society by Queen Saovabha Memorial Institute (QSMI) resmi bekerjasama setelah ditandatanganinya Letter of Authorization diantara keduanya.
Kesepakatan itu ditandatangani oleh Prof. Emeritus Dr. Visith Sitprija, sebagai Director Queen Saovabha Memorial Institute dan Soleh Ayubi, sebagai Wakil Direktur Utama Bio Farma.
Wakil Direktur Utama Bio Farma, Soleh Ayubi mengungkapkan melalui tanda tangan ini dirinya berharap dapat lebih banyak berkolaborasi dengan QSMI untuk suplai produk ke Bio Farma.
“Dengan kerja sama ini, tentunya kesempatan kita untuk berkolaborasi dengan QSMI akan terbuka, ke depannya saya berharap produk-produk lain selain antivenom nantinya akan kita kolaborasikan,” ucap Soleh Ayubi, dikutip dari siaran pers Bio Farma, Selasa (28/11/2023).
Pada kesempatan tersebut, Direktur QSMI, Visith Sitprija juga menyampaikan, bahwa pihaknya memiliki harapan produk Antisera ini dapat membantu mendapat perlindungan dari serangan ular.
“Kami memiliki harapan besar bahwa dengan kerja sama ini, akses terhadap produk antisera dapat membantu pasien di seluruh dunia untuk mendapatkan perlindungan lebih terhadap serangan ular,” kata Visith.
Beberapa produk yang akan di kerja samakan oleh Bio Farma melalui QSMI adalah King Cobra (Ophiophagus hannah) Antivenin, Russell’s Viper (Daboia russelli siamensis) Antivenin, Hemato Polyvalent Snake Antivenin, Neuro Polyvalent Snake Antivenin, dan Green Pit Viper Antivenin.
Baik di Indonesia dan di Thailand, serangan ular merupakan salah satu isu kesehatan yang cukup lumrah.
Menurut data yang diperoleh dari Departemen Pengendalian Penyakit Kerajaan Thailand, selama rentang 2009 – 2018, terdapat rata-rata 5035 kasus gigitan ular per tahun, dan ditemukan bahwa hampir 32% di antaranya merupakan serangan atau gigitan yang diakibatkan oleh ular jenis Green Pit.
Indonesia sendiri memiliki 350 sampai 370 spesies ular dimana 77 jenis di antaranya adalah yang memiliki bisa. Angka insiden setiap tahun diperkirakan sekitar 135.000 kasus berdasarkan laporan sepanjang 10 tahun terakhir yang dilakukan oleh Indonesia Toxinology Society dengan angka kematian 10% per tahun.
Selain menyerang manusia, ular juga dapat menyerang hewan ternak sehingga hal tersebut tentunya berbahaya dan merugikan para peternak.
Direktur Produksi & Supply Chain Bio Farma, Iin Susanti mengatakan dirinya senang atas kolaborasi yang terjadi, dan hal ini menjadi harapan bagi Bio Farma sebagai jalan untuk kerja sama dengan perusahaan global lainnya.
“Saya senang atas kolaborasi yang terjadi, saya berharap ke depannya Bio Farma dapat lebih banyak lagi membuka kesempatan untuk bekerja sama dengan partner global lainnya.” tutup Iin.