Apindo Prihatin, Banyak Perusahaan Padat Karya Di Jabar Yang Terpaksa Tutup

admin

admin

Bandung (BRS) – “Angin puting beliung” nampaknya tengah menerpa perusahaan-perusahaan padat karya di Jawa Barat (Jabar). Bayang-bayang layoff atau pemutusan hubungan kerja (PHK) bukan lagi terlintas dalam benak para pekerjanya, tapi sudah nyata terlihat di depan mata.

Belakangan, marak perusahaan-perusahaan yang harus mengambil keputusan mengurangi tenaga kerjanya, pindah lokasi (pindah provinsi) atau menutup total perusahaannya dengan berbagai alasan.

Menyikapi hal ini, Asosisasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat sangat prihatin atas “bencana” yang terjadi terhadap perusahaan-perusahaan yang notabene padat karya sampai harus gulung tikar.

“Jabar merupakan provinsi yang memiliki realisasi investasi tertinggi dibanding provinsi lain, dengan nilai investasi mencapai Rp174,58 Trilyun atau sekitar 14,46 % dari total investasi nasional di tahun 2022,” tulis Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik dalam keterangan tertulisnya kepada Redaksi BRS, Minggu (10/12/2023).

Ning Wahyu menyebut, Jabar mempunyai potensi yang sangat luar biasa, dengan pengelolaan kerjasama multihelix dan profesional.

“Potensi Jabar ini tidak hanya membuat Jabar jadi juara, tetapi membuat Jabar Hebat, Jabar Luar Biasa, Jabar Berkah, yang akan mampu dicapai dan secara berkesinambungan dan bisa dipertahankan,” sebut Ning.

Ning mengungkapkan, bahwa belakangan ini banyak sekali video-video viral di media sosial yang sangat kontradiktif.

“Banyak sekali, ada video mengenai kesedihan ribuan karyawan perusahaan yang telah bekerja bertahun-tahun, tapi harus terkena PHK karena perusahaan bangkrut,” ungkap Ning.

“Sedih melihat itu semua. Sedihnya lagi, itu adalah perusahaan padat karya yang tentu saja memiliki ribuan karyawan. Belum lagi beredar video tentang demo para pekerja yang menuntut upah naik di atas ketetapan PP 51/2023. Video-video itu berseliweran silih berganti,” imbuhnya.

Lebih lanjut Ning mengungkapkan kondisi saat ini membuat perusahaan mengalami penurunan daya serap tenaga kerja untuk per Rp1 Trilyun investasi dibanding beberapa tahun sebelumnya.

“Ini diakibatkan oleh investor yang masuk lebih banyak padat modal dengan teknologi digital dan otomation,” ungkap Ning.

Seiring waktu, kata Ning, Jabar harus dapat bertransformasi ke industri padat modal, digital dan tehnologi tinggi.

Namun untuk saat ini, Jabar mempunyai kualitas pekerja dan pencari kerja yang memiliki latar belakang pendidikan paling tinggi adalah perguruan tinggi, bahkan, sebut Ning, pekerja dengan lulusan SMA atau SMK hingga SD dan SMP, itu masih ada.

“Maka dalam masa transformasi ini, Industri padat karya masih sangat dibutuhkan,” sebut Ning.

“Industri padat karya sendiri memiliki persaingan yang luar biasa, bukan saja antar negara bahkan antar propinsi, utamanya terkait upah. Dengan melemahnya pasar, dan persaingan ketat, maka buyer memilih produsen dengan biaya termurah atau yang paling kompetitif,” papar Ning.

Di Jabar sendiri, kata Ning, industri-industri padat karya banyak yang adanya di kota atau kabupaten dengan upah yang relatif tinggi.

Sehingga memicu banyaknya relokasi ke daerah lain dengan upah yang lebih kompetitif dengan infrastruktur yang juga menunjang sehingga mengurangi biaya produksi.

“Misalnya ke Jateng. Adapun perusahaan yang tidak sanggup bertahan, mereka tutup permanen,” katanya.

Ia juga menyinggung pembangunan yang sudah sangat baik dilakukan oleh Presiden Joko Widodo di Jawa Barat.

“Bisa dilakukan pemerataan di daerah yang secara upah masih kompetitif, sehingga pengusaha tidak relokasi keluar Jabar,” ujarnya.

Ning berharap, para kepala daerah di Jawa Barat paham dan mengerti kondisi dunia usaha saat ini, sehingga bisa berkolaborasi dengan stakeholders untuk bisa meyakinkan pengusaha tidak relokasi.

“Kalau ini yang terjadi, pemerintah dirugikan, pekerja dirugikan juga pengusaha menanggung banyak kesulitan. Saya lebih menekankan diciptakannya kondusivitas dunia usaha, termasuk di dalamnya kepastian dan ketaatan hukum terkait pengupahan, misalnya,” katanya.

Ning juga mengatakan, potensi Jawa Barat sangat luar biasa besar, namun harus dikelola dengan baik, melalui kerjasama multi helix sehingga bisa meraih tujuan sesuai harapan.

Dikatakannya juga, untuk mengolah potensi yang ada, memang harus mulai fokus  pada pariwisata dan ekonomi kreatif dan UMKM. Namun semua butuh proses, dan belum mampu menyerap tenaga kerja yang di PHK oleh industri padat karya.

“Fokus pada pengembangan SDM, sehingga nantinya mampu bekerja di sektor industri dengan sistem digital dan teknologi tinggi, yang sekarang sudah mulai masuk di Jabar,” katanya.

Diakhir Ning menegaskan bahwa Apindo siap membantu pemerintah melakukan pemetaan mengenai kebutuhan SDM di industri-industri yang berinvestasi di Jabar.

Diketahui, dari catatan Apindo Jabar, hingga saat ini sedikitnya ada lima perusahaan yang akhirnya tutup, yakni:

1. PT. Dean Shoes  Karawang (alas kaki) sekitar 3500 pekerja
2. PT. Besco Indonesia Karawang (alas kaki) sekitar 4000 pekerja
3. PT. Manito World Kabupaten Sukabumi (garment) 1800 pekerja
4. PT Eins Trend Purwakarta (garment) 4000 pekerja,
5. PT. Simone Accessary Collection Bogor (garment) 1000 pekerja

Cek Berita dan Artikel yang lain di WA Channel Dan Google News:

BERITA TERBARU