Bandung (BRS) – Ada beberapa skema pemrosesan sampah yang digunakan oleh Lingkungan Gedung Sate Bandung, diantaranya menyediakan tiga warna tempat sampah sesuai dengan kategorinya, memilah sampah di ruangan khusus, penimbangan sampah, dan pendistribusian sampah ke tempat pengolahan.
Penjabat (Pj) Sekda Jawa Barat (Jabar) Taufiq Budi Santoso menyebut, sudah sejak lama para pengurus kebersihan lingkungan gedung sate mengolah sampah secara mandiri, walau saat itu baru sebatas memilah antara organik dan anorganik.
Taufiq menyebut, sampah di lingkungan Gedung Sate bukan hanya dari kantor Gubernur saja, tapi juga dari Lapangan Gasibu, Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat (Monju), dan area GOR Saparua.
“Sudah ada beberapa skema pemrosesan sampah di lingkungan Gedung Sate yang kini sudah dikelola secara mandiri,” ucap Taufiq saat menjadi keynote speaker pada Forum Perangkat Daerah Setda Jabar di Gedung Sate Bandung, Kamis (22/2/2024).
“Sampah yang dikelola di Gedung Sate antara lain berasal dari area kantor gubernur itu sendiri, Lapangan Gasibu, Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat (Monju), dan area GOR Saparua,” ungkapnya.
Taufiq memaparkan, bahwa total per hari sampah yang dihasilkan sekitar 1,4 ton. Sampah tersebut bervariasi terdiri dari sampah organik, anorganik, dan limbah B3 dari poliklinik milik Pemprov Jabar yang ada di area gedung pemerintahan itu.
“Sampah di Gedung Sate yang terbesar atau 88 persen berasal dari sampah halaman karena saking luasnya halaman gedung tersebut, kemudian Gasibu, Monju, sampai kawasan Saparua. Itu semuanya dikelola di Gedung Sate,” kata Taufiq.
Selain pengolahan sampah secara mandiri, di area belakang Gedung Sate juga sudah ada rumah magot untuk sampah organik, area pembuatan ecobrick, komposting, biomassa, mesin pembuat pelet pakan, dan lain-lain. Baru sisa sampah yang tidak dapat diolah dikirim ke tempat pembuangan akhir (TPA).