Bandung (BRS) – Meningkatnya jumlah penduduk di 2045 dianggap sebagai bonus demografi. Namun bonus ini akan meresahkan jika dari sekarang stunting tidak dapat dicegah.
Pada acara “Rembug Stunting Jabar 2024” di Kota Bandung, Senin (26/2/2024), Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi Sukaryo Teguh Santoso menegaskan bahwa Jawa Barat (Jabar) sebagai provinsi besar di Indonesia agar fokus untuk memastikan prevalensi stunting 14 % di Tahun 2024.
“Saat ini prevalensi stunting di Indonesia masih di angka 21,6% pada tahun 2022, tersisa 7,6% penurunan yang harus dicapai pada tahun 2024 ini,” ucap Teguh.
“Kami mengapresiasi provinsi Jawa Barat atas pencapaiannya karena berhasil menurunkan prevalensi stunting dari 24,5% tahun 2021 menjadi 20,5% di tahun 2022,” ungkap Teguh.
Lebih lanjut Teguh menegaskan, upaya yang dilakukan bersama bukan sebatas pencapain target penurunan stunting saja, tetapi harus juga mampu memastikan peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan Jabar di masa mendatang.
“Saya berharap, melalui Rembuk Stunting ini, dapat tercapai kesepakatan dari seluruh pemangku kepentingan yang terlibat untuk meningkatkan komitmen dalam mendukung percepatan penurunan stunting di Jabar,” tegasnya.
“Kami juga mengharapkan partisipasi penuh dari Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat provinsi Jabar serta di tingkat TPPS Kabupaten/Kota, dan seluruh peserta kegiatan untuk dapat menyepakati rencana program atau kegiatan intervensi terintegrasi lintas sektor,” imbuhnya.
Sementara itu, Penjabat Sekda Jabar Taufiq Budi Santoso saat membuka “Rembug Stunting Jabar 2024” mengatakan, bonus demografi yang diproyeksi akan dinikmati Indonesia pada 2045 akan sia-sia, bahkan menjadi beban negara, jika stunting tidak dicegah dari sekarang.
Taufiq mengungkapkan, data dari Bank Dunia, bahwa stunting terbukti menyebabkan kerugian negara sebesar 2 – 3 persen dari produk domestik bruto (PDB).
“Ketika 2045 tiba, kerugian akibat stunting tak boleh dialami, sehingga mimpi Indonesia Emas tidak terealisasi,” kata Taufiq.
“Karena itu, stunting menjadi fokus utama Pemprov Jabar dalam pembangunan di sektor kesehatan. Dan yang tengah diupayakan adalah peningkatan kualitas data dan pendampingan keluarga,” ungkap Taufiq.
Diketahui penurunan prevelensi stunting di Jabar pada 2021 berada di angka 24,5 persen. Pada 2022 sebesar 20,2 persen, atau melampaui target RPJMD sebesar 21,2 persen.
“Dengan kata lain terjadi penurunan sebesar 4,3 persen dari 2021 ke 2022. Pada 2021 masih ada empat kabupaten dan kota yang prevalensi stuntingnya di atas 30 persen,” ungkap Taufiq.
Namun pada 2022, lanjut Taufiq, seluruh kabupaten/kota di Jabar sudah di bawah 30 persen, bahkan terdapat empat daerah telah mencapai target nasional, yakni di bawah 14 persen, di antaranya Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Karawang.
Sedangkan Kepala Perwakilan BKKBN Jabar Fazar Supriadi Sentosa, menyebut pihaknya senantiasa mengawal dukungan kebijakan anggaran terhadap upaya penurunan stunting agar lebih efektif.
Fazar juga mendorong penguatan terhadap delapan aksi konvergensi penanggulangan stunting.
“Untuk mendukung Perpres, diperlukan penyediaan data keluarga berisiko stunting, pendampingan, pendampingan calon pengantin, surveilans keluarga stunting, audit, perencanaan penganggaran, pemantauan evaluasi dan pelaporan, hingga kunjungan korban, juga sejumlah aksi lainnya,” pungkasnya.