Bandung (BRS) – Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi ancaman kesehatan di Kota Bandung. Dengan ribuan kasus tercatat setiap tahun, pencegahan kini menjadi fokus utama pemerintah kota.
Lewat peluncuran program Gerakan Berantas Nyamuk Bersama 3M Plus: Keluarga Sehat dan Bebas DBD, Pemerintah Kota Bandung bersama Dinas Kesehatan dan mitra swasta menggencarkan upaya edukasi langsung ke masyarakat.
Program yang resmi diluncurkan pada Rabu (2/7/2025) di Kiara Artha Park ini menyasar masyarakat di tingkat rumah tangga. Kegiatan melibatkan 140 kader Jumantik (Juru Pemantau Jentik) yang akan bergerak secara door-to-door ke ribuan rumah di tiga kecamatan padat penduduk: Buah Batu, Rancasari, dan Cibiru.
Edukasi difokuskan pada penerapan perilaku 3M Plus: menguras tempat penampungan air, menutup rapat tempat air, memanfaatkan kembali barang bekas, serta langkah tambahan seperti penggunaan pelindung tubuh dan pemantauan jentik nyamuk secara rutin.
Wali Kota Bandung Muhammad Farhan dalam sambutannya menekankan bahwa DBD tidak bisa hanya ditangani lewat pengobatan.
“Ini soal kesiapan kita dalam mencegah. Pencegahan yang efektif tidak datang dari rumah sakit, tapi dari rumah-rumah warga. Kader Jumantik dan keluarga menjadi benteng pertama,” ujar Farhan.
Pemilihan Bandung sebagai lokasi prioritas dalam program ini bukan tanpa alasan. Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Bandung mencatat 7.447 kasus DBD sepanjang 2024, angka tertinggi di provinsi tersebut. Sementara dari Januari hingga Juni 2025, tercatat 1.653 kasus baru. Lima kecamatan diketahui menjadi pusat kasus tertinggi: Buah Batu, Rancasari, Coblong, Kiaracondong, dan Arcamanik.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Anhar Hadian, menyebutkan bahwa kondisi ini menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih menyeluruh dan berkelanjutan.
“Bandung adalah daerah endemis DBD. Penanggulangan tidak bisa sporadis. Kita butuh kolaborasi, konsistensi, dan pendekatan berbasis komunitas,” katanya.
Dalam pelaksanaannya, edukasi dilakukan tidak hanya untuk menyampaikan informasi, tetapi juga untuk memeriksa jentik nyamuk langsung di rumah warga, memberi pelatihan singkat tentang pengelolaan tempat penampungan air, dan menyosialisasikan gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J).
Program ini menjadi bagian dari perluasan gerakan nasional pengendalian DBD yang sebelumnya digelar di Jember, Banyuwangi, Bali, dan Yogyakarta. Tujuannya bukan hanya menyentuh masyarakat secara luas, tetapi menanamkan kesadaran jangka panjang agar upaya pemberantasan nyamuk tidak bergantung pada program temporer.
“Edukasi adalah investasi sosial. Kita ingin warga Bandung menjadikan pola hidup bersih dan sehat sebagai kebiasaan, bukan karena program, tapi karena kesadaran,” ujar RM Ardiantara, salah satu perwakilan penyelenggara program.
Ia menambahkan, pendekatan dari rumah ke rumah menjadi strategi utama karena memungkinkan dialog dua arah. Warga dapat menyampaikan pertanyaan, kekhawatiran, dan hambatan yang mereka hadapi dalam menjaga kebersihan lingkungan. Kader Jumantik yang dilatih sebelumnya akan menjadi ujung tombak dalam membangun hubungan ini.
Sebelumnya, pendekatan serupa di beberapa kota tercatat berhasil meningkatkan Angka Bebas Jentik (ABJ) dari 95% menjadi 99%, serta menurunkan rumah yang terdeteksi jentik hingga 80%. Hasil itu menjadi bukti bahwa edukasi yang konsisten berdampak nyata dalam pengendalian penyakit berbasis lingkungan seperti DBD.
Kendati demikian, tantangan tetap ada. Perubahan perilaku masyarakat bukan proses instan. Apalagi, pola hidup bersih dan kebiasaan pencegahan sering kali menurun saat musim hujan atau setelah program selesai. Di sinilah peran kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan sektor swasta menjadi sangat penting.
Dengan menggandeng semua pihak, termasuk organisasi masyarakat dan lembaga pendidikan, Pemkot Bandung berharap program ini mampu menciptakan ekosistem sehat yang berkelanjutan. Edukasi 3M Plus diharapkan bukan hanya menurunkan angka kasus DBD, tetapi juga meningkatkan ketahanan keluarga terhadap penyakit-penyakit lain yang ditularkan melalui nyamuk.
Di tengah ancaman penyakit yang terus berulang setiap musim hujan, langkah sederhana seperti menutup bak air atau mengedukasi tetangga bisa jadi tameng pertama. Karena perang melawan DBD bukan dimulai dari puskesmas atau kantor kelurahan tapi dari kesadaran yang tumbuh di setiap rumah.