Bandung (BRS) – Pemerintah Provinsi Jawa Barat menunjukkan kinerja fiskal yang solid sepanjang tahun anggaran 2025. Hingga Juli, realisasi belanja APBD telah mencapai 38,79 persen—melampaui rata-rata nasional yang tercatat sebesar 31,8 persen.
Dari sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD), capaian Jawa Barat pun tergolong progresif, dengan realisasi sebesar 44,72 persen dari target tahunan. Angka ini juga berada di atas rerata nasional, yakni 43,62 persen.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, menegaskan bahwa kondisi fiskal daerah masih terjaga baik dan tetap berada dalam jalur yang benar.
“Kalau ada yang mengatakan belanja turun dan pendapatan anjlok, itu tidak benar. Realitanya, kita termasuk yang terbaik secara nasional,” tegas Herman dalam keterangan resminya, Kamis (10/7/2025).
Dalam pertemuan bersama Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, Jawa Barat bahkan disebut menempati peringkat tiga tertinggi dalam realisasi belanja daerah, setelah DIY dan NTB. Dengan kapasitas fiskal mencapai lebih dari Rp31 triliun, Jabar termasuk yang terbesar di antara 38 provinsi di Indonesia.
“Pak Gubernur selalu menekankan agar belanja APBD memberi dampak nyata ke masyarakat. Maka, kami fokus pada belanja yang berkualitas,” lanjut Herman.
Sementara itu, ekonom dari Universitas Pasundan, Acuviarta Kartabi, menilai realisasi anggaran Jabar masih berada di jalur yang tepat, meski perlu peningkatan kecepatan dalam semester kedua 2025.
Menurutnya, pendekatan kehati-hatian dalam pengelolaan anggaran merupakan bagian dari perbaikan tata kelola fiskal.
“Belanja dan pendapatan tetap on track. Justru ini mencerminkan tata kelola yang lebih prudent, bukan sekadar mengejar angka persentase tinggi,” kata Acuviarta.
Acuviarta mencatat bahwa percepatan realisasi masih bisa dioptimalkan, khususnya di sektor infrastruktur yang kini meningkat signifikan. Ia menyarankan percepatan lelang dan pengadaan barang/jasa agar penyerapan belanja lebih optimal.
Dari sisi pendapatan, insentif pembebasan tunggakan PKB dinilai memengaruhi capaian sektor tersebut. Namun, potensi masih terbuka lebar di sektor lain seperti pajak air permukaan dan bahan bakar minyak.
Ia juga menyoroti dampak kebijakan baru, termasuk implementasi Perpres No. 1 Tahun 2025, yang turut mempengaruhi pola belanja dan memerlukan masa transisi.
“Kebijakan fiskal Pak Gubernur Dedi Mulyadi adalah bentuk pembaharuan. Implementasinya butuh waktu, namun arah reformasinya sudah tepat,” tutup Acuviarta.