Bandung (BRS) – Keluarga Bratakusumah, pendiri Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT), menegaskan bahwa tidak pernah terjadi perdamaian antara mereka dan pihak Taman Safari Indonesia (TSI) terkait pengelolaan Bandung Zoo.
Pernyataan ini menyusul klaim pihak TSI yang menyatakan telah mengambil alih pengelolaan kebun binatang tertua di Bandung tersebut berdasarkan sebuah Akta Kesepakatan Perdamaian tertanggal 20 Maret 2025.
Namun, menurut Gantira Bratakusumah, salah satu pembina YMT, akta tersebut cacat secara hukum karena tidak ditandatangani oleh seluruh unsur pengurus yayasan.
“Ada dua pembina dan satu pengurus yang tidak menandatangani karena tidak diberi penjelasan tentang isi kesepakatan,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa pembatalan akta tidak bisa dilakukan secara lisan, melainkan harus melalui rapat pleno resmi atau keputusan pengadilan.
Gantira juga menyampaikan bahwa Ketua Pembina YMT, Sri Bratakusumah, telah secara resmi mencabut kembali kesepakatan tersebut sejak 7 April 2025. Dengan begitu, menurutnya, keberadaan pihak TSI di Bandung Zoo tidak memiliki dasar hukum dan harus segera angkat kaki.
Pernyataan senada disampaikan oleh Bisma Bratakusumah, Ketua Pengurus YMT. Ia menegaskan bahwa manajemen yang sah adalah yang tercantum dalam Akta Notaris No. 41 tertanggal Oktober 2024, yang tidak mencantumkan nama-nama dari pihak TSI.
“Sudah ada delapan orang dari unsur yayasan, terdiri dari empat pembina dan empat pengurus, yang menyatakan pencabutan dukungan atas kesepakatan dengan TSI,” jelas Gantira.
“Jadi jelas, tidak ada lagi landasan bagi TSI untuk mengklaim pengelolaan Bandung Zoo,” tegasnya.
Kondisi internal Bandung Zoo pun dikabarkan semakin kacau sejak TSI masuk pada 20 Maret lalu. Dualisme kepemimpinan menyebabkan tumpang tindih operasional.
Tercatat ada dua manajer umum, dua HRD, dua bagian keuangan, bahkan dua vendor keamanan yang bekerja secara bersamaan. Akibatnya, beberapa satwa dilaporkan mati karena kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi.
Gantira menilai kehadiran pihak TSI hanya memperburuk kondisi lapangan.
“Karyawan bingung harus mengikuti siapa. Ini tidak sehat dan tidak profesional,” katanya.
YMT juga menyoroti bahwa seluruh karyawan menolak kehadiran manajemen TSI. Mereka tetap loyal kepada keluarga Bratakusumah yang telah mengelola kebun binatang itu sejak 1933.
“Kami tidak hanya punya sejarah, tapi juga komitmen jangka panjang terhadap konservasi,” kata Bisma.
Selama empat tahun terakhir, Bisma memimpin YMT dan mengelola lebih dari 600 satwa bersama ratusan karyawan. Ia menegaskan pihaknya mampu menjalankan operasional kebun binatang secara mandiri dan profesional.
“Kami sudah membuktikannya. Kami minta kepada pihak yang tidak sah untuk segera meninggalkan Bandung Zoo,” tegas Bisma.
Pihak YMT berharap konflik ini segera diselesaikan secara hukum agar kebun binatang yang menjadi ikon Kota Bandung ini bisa kembali beroperasi normal dan memberikan pelayanan terbaik bagi pengunjung.